"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengerjakan kepada mereka Al Kitab dan Al-Hikmah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Q.s. al-Baqarah [2]: 129)Doa itu berjawab. Dengarlah ketika Allah mengingatkan pewaris-pewaris Ka'bah yang membanggakan Ibrahim namun meninggalkan jalannya itu dengan sebuah kalimat yang abadi.
"Sebagaimana Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepada kalian, Kami telah mengutus kepada kalian seorang Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kamu ketahui. (Q.s. al-Baqarah [2]: 151)Lalu kaum yang buta huruf itu pun diajari untuk mendengarkan ayat-ayat Allah, mensucikan diri mereka dari dosa-dosa dan perilaku jahili, serta mempelajari Kitab Allah dan peri teladan yang diutusnya untuk menjadi kemuliaan bagi mereka. Muhammad, Shalallahu 'Alaihi wa Sallam adalah jawab bagi doa Ibrahim dan Ismail. Tiga hal selalu tersebut dalam ayat yang senada ini. Perhatikan misalnya, tiga kata yang selalu saya tebalkan di masing-masing ayat.
"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (Q.s. al-Jumu'ah [62]: 2)Inilah tiga lankah yang dilakukan Rasulullah untuk merevolusi masyarakat jahiliyah, masyarakat yang berada dalam kesesatan nyata, menjadi guru dunia. Pertama, tilawah, berarti membacakan ayat-ayat Allah. Kedua, tazkiyah, artinya mensucikan. Dan ketiga, ta'lim, artinya mengajarkan. Secara sederhana, sering kita menyebut tiga hal dari doa Ibrahim, ijabah Allah, dan langkah-langah pembinaan Rasulullah itu dengan satu kata ringkas: tarbiyah
Syaikhul Azhar 'Ali 'Abdul Halim Mahmud menyebut tarbiyah sebagai cara ideal dalam nerinteraksi dengan fithrah manusia, secara langsung maupun tidak, untuk memproses perubahan dalam diri manusia menuju kondisi yang lebih baik. Proses itu, menurutnya. harus menyentuh seluruh aspek kehidupannya, meliputi ruh, akal, dan jasmaninya. Setelah lama kaum muslimin 'sekedar menikmati' peradaban yang dibangun para pendahulu dengan jalan Nabawi itu, abad keduapuluh menyaksikan penggalian kembali nilai tarbiyah sebagai konsekuensi sampainya mereka di titik terbawah kemerosotan.
Saat itu, cuaca peradaban sedang suram di seluruh dunia Islam. Mentari benar-benar telah tenggelam setelah kabut yang menggulung berabad lamanya sempurna menjadi malam dengan senja yang bertanduk syaithan. Tetapi empat tahun setelah 1924, tahun yang dikenang Taqiyyudin An Nabhani dan pergerakan Hizbut Tahrir sebagai tahun runtuhnya Khilafah, di mesir, purnama itu mulai mengintip malu dari balik awan, lelaki itu, Hasan Al Banna, membuat sebuah keputusan menyejarah di usianya yang keduapuluh dua. Al Ikhwan Al Muslimun. Pergerakan yang core-nya ia desain menurut doa Ibrahim, sesuai ijabah Ilahi, dan langkah-langkah Nabawi. Tarbiyah.
'Umar At Tilmisani, pelanjutnya yang ketiga, menyebut sisten tarbiyah ini dalam membangkitkan kejayaan Islam akan menjadi jalan yang sangat panjang tapi tercepat, butuh waktu lama tapi terjamin hasilnya, dan perlu banyak pengorbanan namu terjaga ashalahnya. Demikianlah, katanya, karateristik da'wah para Rasul.
Bagi gerakan yang didirikan Al Banna, tarbiyah sedikitnya memiliki tiga makna. Katakanlah ia berakar dari kata Rabaa, Yarbuu. Tumbuh. Tarbiyah menumbuhkan seseorang dari kekanakan ruh, kekanakan akal, dan kekanakan jasad menuju kematangan dan kedewasaan masing -masingnya. Ruh yang dewasa, akal yang dewasa, dan jasad yang dewasa untuk memetakan diri, menyikapi masalah-masalah., dan mengemban tugas-tugas. Tarbiyah adalah sebuah improvement.
Atau Rabiya, Yurbii. Berkembang. Tarbiyah mengembangkan manusia Muslim dalam kemampuan-kemampuan yang dibutuhkannya menjalani kehidupan. Ia dalam tugasnya sebagai 'Abdullah ynag beribadah kepada Allah, dan sebagai khalifah yang akan mengelola bumi seisinya di-training untuk memiliki kompetensi yang dikembangkan dari potensi-potensi yang telah dikaruniakan Allah kepadanya, ia mengajaknya mengembangkannya. Tarbiyah adalah Development.
Atau Rabbaa, Yarubbu. Memberdayakan. Ia yang telah tumbuh dan berkembang, harus diarahakan untuk berdaya guna. Islam memanggil manusia-manusia Muslim untuk membuktikan keunggulannya. Islam menghendaki agar sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, paling besar daya guna dan kontribusinya bagi dunia. Tarbiyah adalah Empowerment.
Dalam kerangka kerja peradaban Anis Matta, tarbiyah adalah afiliasi, partisipasi, dan kontribusi. Jarak antara Islam dan manusia Muslim sedemikian jauh, hingga Muhammad 'Abduh harus tertekuk dengan ungkapan terkenalnya, "Al Islamu mahjuubun bil Muslimiin, Keagungan Islam telah terhijab oleh kekerdilan pemeluknya." Maka dibutuhkan sebuah rekontruksi terhadap manusia Muslim agar ia menjadi terjemahan hidup dari Islam yang tertatah dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Islam, kata beliau, dengan mudah akan memenangkan pertarungan di tataran ideologi dan pemikiran. Tetapi medan pertarungan yang sesungguhnya justru terletak di belantara politik, di panggung budaya, di tengah desingan mesiu, dan di seluruh pojok bumi. Itulah medan manusia.Kebenaran Islam adalah layaknya sebilah pedang panjang terhunus yang menanti tangan perkasa sang pahlawan.
Langkah pertama, afiliasi, mengisyaratkan agar dakwah mengembalikan keberpihakan ummat kepada agamanya. Pemahaman terwaris itu harus diubah menjadi pemahaman yang diperoleh dalam keterbimbingan. Keislaman itu harus memiliki akar yang tidak mudah tercabut dari hati. Bangunkan ketertiduran itu. Padanya ada kerja-kerja tarbiyah. Membacakan ayat Allah, mensucikan hati, dan mengajarkan apa-apa yang akan menjawab pertanyaan dan kebutuhan mereka.
Langkah kedua, partisipasi, adalah kerja-kerja untuk melepas individu muslim yang kokoh afiliasinya terhadap Islam ke tengah masyarakat. Ia yang shalih akan menjadi seorang mushlih, mendistribusikan keshalihannya di tengah masyarakat. Ia menjadi bagian, sekaligus inti kerja keras yang akan menguatkan masyarakat. Padanya ada kerja-kerja tarbiyah. Menumbuhkan, mengembangkan, memberdayakan.
Langkah ketiga, kontribusi, adalah memastikan agar tiap individu Muslim yang berpartisipasi itu mencapai taraf optimal dalam memberikan kontribusi bagi Islam. Salah satu sumber kekayaan masyarakat Islam adalah keunikan individual dari masing-masing manusia Muslim, yang apabila potensi-potensi itu tertuang secara penuh dan membentuk suatu muara Islam yang sinergis, sebuah gelombang peradaban yang dahsyat akan segera bergemuruh membelah sejarah. Padanya ada kerja-kerja tarbiyah. Menyentuh seluruh aspek kehidupan. Ruhnya, akalnya, dan jasadnya.
Akan ada waktu kiranya, kata beliau, di mana umat manusia akan sulit membedakan antara pesona kebenaran Islam, dengan pesona kepribadian Muslim. Saya percaya, tentu dengan satu kata awal yang menyejarah itu. Tarbiyah.
Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim, Salim A. Fillah
Tulisan Ustad Salim yang saya salin di atas berperan dalam menjaga semangat saya dalam melingkar, berkumpul, berdiskusi, dan, berbagi dengan teman-teman sholihah, Sahabat surga. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar